Mau gimana lagi, kalau sudah down dari hidup yang gitu-gitu aja ataupun hidup yang makin mengenaskan, pasti pikirannya entah kenapa mikir-mikir yang nggak jelas seperti ini.
Ini bukan sekedar fenomena, tapi kodrat manusia yang memiliki akal dan hati. Ya memang sih tanpa akal dan hati, kita sebagai manusia pasti tidak merasa down ataupun depresi. Itu kabar bagus! Atau sangat buruk?
Namun berkat akal dan hati itu, pertanyaan 'kenapa harus naik tinggi kalau akhirnya jatuh juga?' pun menghinggapi sebagian umat manusia. Setidaknya itu terjadi padaku.
Benar!
Sakit... rasanya jatuh dari ketinggian. Semua berawal dari... sini! Hari ketika aku merasa terjatuh. Tapi biarlah... jatuh berarti pernah tinggi. Main-main di tempat tinggi.
Yaitu saat aku melihat dari atas, Bung! Rasanya menyenangkan. Kamu bisa melihat lebih jernih. Adrenalinnya menggairahkan. Kamu pun bisa bersiap hore ketika terjun bebas. Kamu bisa melihat gambaran besar dalam cetak yang lebih besar dan yang kamu bayangkan.
Dan... kamu bisa memegang mereka yang terjatuh tepat dibawahmu. Dan seluruh orang yang di bawahnya lagi melihatmu memegang sebagian darinya. Lalu mereka yang dibawah ikut melompat-lompat. Ingin naik. Dan naik lagi. Dan mereka yang dibawah naik pelan-pelan. Walaupun kadang itu membuat kita terjatuh.
Sampai hari ini saya menyadarinya... ketika saya (dan kamu merasa) terjatuh. Dan saya kembali melompat-lompat terengah. Mencoba terbang. Dan yang membahagikan adalah ada orang-orang diatasmu mencoba menarikmu kembali naik. Naik ketempat semula. Naik ke tempat yang lebih tinggi. Bahkan jika kamu terlanjur di ketinggian atau telah dalam titik tertinggi...
masih ada Tuhan yang siap memegangmu. Jangan takut jatuh... ada Tuhan yang bersiap memegangmu. Lebih baik pernah tinggi, lalu jatuh, daripada tak pernah jatuh tak pernah tinggi tak pernah berusaha melompat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Meninggalkan jejak tidak dilarang karena eksistensi diri adalah lumayan.